Senin, 16 Maret 2015

PERAN DAN KOMPETENSI ASISTEN APOTEKER

Pendahuluan

Akhir – akhir ini telah timbul polemik tentang siapa, apa dan bagaimana peran seorang Asisten Apoteker, terutama untuk pekerjaan pelayanan kefarmasian ( Pharmaceutical care ) yakni satu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian 
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Asisten apoteker sebenarnya bukanlah gelar akademis, tetapi sebutan untuk orang yang bekerja membantu apoteker dalam kerja profesi farmasi. Sering ada terjadi bahwa seorang apoteker di apotik bekerja sebagai asisten (pembantu) apoteker lain yang menjadi APA di apotik itu. Malah ada pula apoteker menjadi apoteker pendamping yang bertugas membantu APA di apotik tersebut.


Dalam Permenkes No. 679/2003 seolah terkesan asisten apoteker adalah “ gelar “ yang diberikan kepada lulusan untuk sekaligus tiga jenis institusi pendidikan yang berbeda kurikulum kompetensinya dan stratanya.
Profesi apoteker ( dulu dikenal dengan istilah “polyvalent” ) dapat dilaksanakan diberbagai bidang pekerjaan, seperti apotik, industri, distribusi, litbang, pengawasan mutu, dll. Kesemua bidang ini dalam kerja profesi apoteker memerlukan pembantu yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

Jika kita pahami masalahnya, tentu tidak sulit memperjelas mana asisten apoteker untuk membantu apoteker di laboratorium sebagai analis farmasi dan makanan, mana yang berkompetensi membantu apoteker dalam pelayanan farmasi di apotik, di industri, di litbang, dst.Sejarah dan latar belakang asisten apoteker.

Di Indonesia, pada zaman Hindia Belanda sudah ada pendidikan asisten apoteker. Semula asisten apoteker dididik di tempat kerjanya di apotik oleh apoteker Belanda. Setelah calon tersebut memenuhi syarat maka diadakanlah ujian pengakuan bertempat di Semarang, Surabaya dan Jakarta. Warga Indonesia asli yang lulus pertama ujian di Surabaya adalah pada thn 1908. Menurut buku Verzameling Voorschriften Thn 1936 yang di keluarkan D.V.G dapat diketahui bahwa dengan keputusan pemerintah Belanda No.38 thn 1918 dan diperbaharui dengan Kep No. 15 thn 1923 ( Stb. No. 5 ) dan Kep No.45 thn 1934 (Stb 392) didirikanlah Sekolah Asisten Apoteker dengan nama“Leergang voor de opleiding van apothekers-bedienden onder de naam van apothekers-assistentenschool“. Syarat pendidikan dasarnya Mulo bag B (setara SMP PaspaL). Pada waktu itu jumlah murid sangat dibatasi dan jumlah yang diluluskan juga dibatasi sampai hanya 20% (luar biasa ketatnya).

Pada zaman pendudukan Jepang, sekolah asisten apoteker baru dimulai lagi pada tahun 1944 di Jakarta, lamanya hanya 8 bulan dan hanya dua angkatan. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia membuka sekolah asisten apoteker di beberapa kota seperti Yogyakarta, Jakarta dan beberapa ibukota provinsi lainnya.

Jadi melihat sejarahnya memang semula asisten apoteker diadakan untuk membantu kerja apoteker Belanda yang bekerja di apotik pada waktu itu sangat kurang jumlahnya. Sekarang di Indonesia ternyata masih diperlukan mungkin karena apoteker sangat jarang berada di apotik selama waktu buka apotik.
Pembahasan

Kita ingin membahas untuk menjawab dua pertanyaan pokok. Pertama, apakah tenaga menengah farmasi asisten apoteker ( lulusan SMF/SAA ) untuk pharmaceutical care masih diperlukan. Atau seperti tuntutan pihak tertentu, pelayanan tsb harus dilakukan oleh tenaga lulusan JPT ? Istilah asisten berasal dari kata assistent ( bahasa Belanda) yang artinya pembantu, asisten, wakil ( A.L.N. Kramer Sr. Kamus Belanda).

Untuk menjawabnya kita lihat ke negeri yang melahirkan tenaga asisten apoteker, yakni Negeri Belanda. Kenyataannya dalam sistem pelayanan kefarmasian di apotik di Belanda, saat ini masih menggunakan tenaga asisten apoteker sebagai pembantu kerja apoteker. Asisten apoteker disebut tenaga menengah karena dasar pendidikan umum dari jalur MAVO, Middelbaar Algemeen Vormend Onderwijs ( setingkat SMP plus, yakni SD +4 thn ) lalu dididik 3 tahun di MBO, Middelbaar Beroeps Onderwijs (setingkat SMK) bidang farmasi. Dalam sistem pendidikan nasional mereka memang sudah ada pengarahan bakat dan minat mau kemana siswa akan melanjutkan pelajaran. Kalau mau ke akademi, maka liwat jalur HAVO, Hoger Algemeen Vormend Onderwijs ( SD plus 5 tahun). Untuk ke perguruan tinggi maka harus lewat jalur VWO, Voorbereidend Wetenschappelijk Onderwijs (setara SMA). Pemilihan jalur itu tergantung prestasi akademik siswa sendiri dan ditetapkan oleh sekolahnya. Memang ini karena pemerintah Belanda punya program bahwa hanya sekitar 30 % siswa bisa ke perguruan tinggi. Sejumlah 70 % diarahkan ke pendidikan kejuruan dan keterampilan yang sangat banyak butuh tenaga kerja.
Di Indonesia dalam Undang - Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan wadah Sekolah Menengah Kejuruan, dimana telah ditetapkan pula pada bidang keahlian Kesehatan, program keahlian Farmasi. Ini memantapkan bahwa asisten apoteker adalah produk pendidikan menengah setara SMK ( seperti sistem di Negeri Belanda saat ini)

Didalam beberapa kesempatan, pejabat Diknas sering menyampaikan bahwa ratio pendidikan antara SMA dan SMK saat ini adalah 70 : 30 dan akan dibalik menjadi 70 SMK dan 30 SMA. Ini berarti secara logika bahwa pendidikan menengah kejuruan farmasi ( SMF /SMK Far ) akan lebih ditingkatkan jumlah dan kualitasnya pada masa mendatang.
Kesimpulan dan saran

1. Melihat sejarahnya di Indonesia, nama dan peran asisten apoteker sudah melekat hampir 100 tahun ( lulusan pertama tahun 1908 di Surabaya).
Dihitung secara jumlah, mungkin sudah ratusan ribu lulusan A.A dan mungkin masih puluhan ribu A.A diseluruh Indonesia yang tetap mengabdikan profesinya membantu apoteker di apotik atau fasilitas kesehatan lainnya, dan mereka bekerja tanpa menghitung hitung apakah apotekernya sama - sama bekerja profesi hadir ditempatnya bekerja.

2. Dengan pembahasan diatas, diharapkan makin mudah kita memahami eksistensi dan peran asisten apoteker selama ini, maka diharapkan kita lebih arif dan bijaksana pula memahami materi dan jiwa dari Kep.Menkes R.I No. 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker.

Ditilik dari sebutan yang tertulis dalam keputusan tsb, istilah asisten apoteker untuk tenaga ketiga jenis institusi lulusan itu mempunyai arti yang sama yakni membantu kerja profesi apoteker.
Yang berbeda adalah bidang kerjanya. Itu tergantung dari kurikulum pendidikan yang didapatnya dan kompetensi yang dimilikinya. Sekali lagi kita lihat bahwa kerja profesi apoteker itu mencakup semua bidang ( apotik, industri, litbang, pengawasan mutu, distribusi, pemasaran dll. ). Untuk setiap bidang tentu disesuaikan kompetensi apa yang diperlukan dan harus sesuai dengan kompetensi / kurikulum pendidikan yang dimilikinya. Kompetensi di laboratorium berbeda dengan kompetensi di apotik yang memerlukan ketrampilan membaca resep, meracik, ketelitian dan kecepatan.
Untuk industri atau Litbang atau Lembaga pengawasan mutu tentu sangat diperlukan kemampuan ilmu yang lebih dari sekadar trampil dari membaca resep, meracik atau menyerahkan obat kepada pasien di apotik.
3. Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan bahwa sumbangan pemikiran dalam pembahasan asisten apoteker ini adalah sebagai sumbang saran, karena penulis ( yang telah menggeluti dunia pendidikan menengah farmasi selama 40 tahun ) sangat prihatin atas komentar , pendapat yang dilontarkan tanpa informasi yang lengkap. Kita bersama ingin mencegah berkembangnya budaya salah menyalahkan, mau menang sendiri dan yang paling mengkhawatirkan adalah lupa bahwa kita sebenarnya bergerak dalam dunia pendidikan yang penuh etika.
4. Terima kasih.

Ref :

1. U.U No.20 / 2003 tentang. Sisdiknas
2. P.P 25 Thn 1980 ttg Apotik
3. Kep. Menkes No. 679 / 2003 tentang. Reg dan izin kerja A.A
4. Kep.Menkes No. 1027 /2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik
5. Drs. Sunarto Prawirosujanto , Sejarah Perkembangan Farmasi di Indonesia ( Penerbit UGM 1972)
6. Drs. J. Hazeveld, Hilversum, Belanda. (ex SAA, wawancara) 

--sumber : http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=52

0 komentar:

Posting Komentar