A. OBAT DAN PENGGOLONGANNYA
1. OBAT DAN JENIS OBAT YANG BEREDAR
Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang
siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis atau
keadaan keadaan patologi, dalam rangka penetapan diagnosa, penceagahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, kontrasepsi, dan sediaan
biologis.
Macam obat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan
adalah :
a.
Obat Paten : Obat dengan nama dagang dari
pabrik yang memproduksinya.
b. Obat Generik : Obat dengan nama generik yaitu
nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN
(Internasional Non Propietary Names) untuk zat yang berkhasiat yang dikandungnya.
c. Obat Essensial adalah obat yang terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosa, profilaksi, terapi dan rehabilitasi, yang
harus selalu tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkatnya.
Beberapa pengertian mengenai obat:
a.
Obat Jadi : Sediaan atau paduan bahan-bahan
yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis
atau keadaan keadaan patologi, dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
b. Obat palsu : Obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar
zat berkhasiatnya menyimpang lebih dari 20% dari basis kadar yang ditetapkan.
2. PENGGOLONGAN OBAT
Untuk meningkatkan
keamanan dan ketepatan penggunaan obat serta pengamanan distribusinya, obat
yang beredar di Indonesia digolongkan menjadi 6 golongan yaitu :
1. Obat Bebas (OTC = Over The Counter)
2.
Obat Bebas Terbatas (daftar W =
warschuwing)
3.
Obat Wajib Apotik (OWA)
4.
Obat Keras (Daftar G = Gevaarlijk)
5.
Psikotropika
6. Narkotika
Obat Bebas : Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak
membahayakan dan masyarakat dapat menggunakannya tanpa pengawasan dokter.
Obat-obat dalam
golongan ini dapat diperoleh bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di
Apotek, toko obat berijin maupun warung-warung kecil. Dalam rangka pengamanan
dan peningkatan pengawasan obat yang beredar diperlukan penandaan yang mudah
dikenal.
Golongan obat bebas
bebas memiliki tanda khusus lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Termasuk dalam golongan obat bebas antara lain : tablet vitamin C,
tablet vitamin B kompleks, obat gosok rhemason, bedak salicyl dan sebagainya.
Obat Bebas Terbatas Golongan
obat ini dalam jumlah tertentu (jumlah terbatas) penggunaannya cukup aman,
tetapi apabila terlalu banyak akan menimbulkan efek kurang baik. Pemakian obat
ini tidak perlu pengawasan dokter sampai jumlah tertentu dan diperoleh tanpa
resep dokter di Apotek, toko obat berijin dan warung-warung.
Golongan obat bebas
terbatas pada kemasannya bertanda khusus lingkaran berwarna biru dengan garis
tepi berwarna hitam dan harus dilengkapi dengan tanda Peringatan PI sampai P6
sebagai berikut:
P1. Awas Obat Keras. Bacalah
aturan memakainnya. Contoh : tablet Decolgen, Paramex, Neozep
P2. Awas Obat keras. Hanya untuk
kumur jangan ditelan Contoh : Obat kumur Betadin, Listerin
P3. Awas Obat Keras. Hanya untuk
bagian luar badan. Contoh : Betadin Solution, Kalpanax Tingtur
P4. Awas Obat keras. Hanya untuk
dibakar Contoh : Rokok Anti Asma
P5. Awas Obat Keras. Tidak boleh
ditelan Contoh : Rivanol kompres
P6. Awas Obat Keras. Obat wasir,
jangan ditelan Contoh : Anusol supositoria
Untuk menjamin
penggunaan obat secara tepat aman dan rasional, ditetapkan peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 919/Menkes/Per/X/1993
tentang kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :
a.
Tidak dikontra indikasikan untuk
penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas
65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat
dimaksud tidak memberikan resiko kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaannya tidak memerlukan
cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaannya diperlukan untuk
penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia,
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
3. OBAT WAJIB APOTEK
Untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri
secara tepat, aman dan rasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
nomor : 347 / Menkes / SK / VII /1990 tentang obat wajib Apotek.
Obat Wajib Apotek
adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di
Apotek. Contoh : OWA nomor 1 Metampiron maksimal 20 tablet Asam mefenamat
maksimal 20 tablet.
4. OBAT KERAS
Obat Keras adalah golongan
obat yang pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter.
Untuk memperolehnya
harus dengan resep dokter dan hanya dapat dibeli di Apotek, termasuk di Rumah
Sakit.
Obat keras pada
kemasannya diberi tanda lingkaran merah dengan huruh K yang berwarna hitam.
Contoh : Obat-obat golongan antibiotika, obat suntik (injeksi)
5. PSIKOTROPIKA
Obat ini merupakan
golonagn obat yang berbahaya yang pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter
dan untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter di Apotek, Rumah Sakit.
Obat psikotropika
adalah obat yang digunakan untuk tujuan pengobatan yang menyangkut masalah
kejiwaan atau mental. Golongan obat ini banyak disalah gunakan pemakaiannya
oleh segolongan anggota masyarakat. Contoh : tablet Valium, Valisanbe, Mogadon,
Dumolid.
6. NARKOTIKA
Narkotika merupakan
obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan dan ilmu pengetahuan, namun
disisi lain dapat menimbulkan ketergantungan.
Penyalahgunaan obat
golongan ini dapat berakibat buruk pada tubuh pemakainya, juga merugikan
keluarga, lingkungan dan masyarakat. Untuk mendapatkan obat ini harus dengan
resep dokter dan tidak boleh dilakukan pengulangan harus menggunakan resep yang
baru.
Obat ini hanya
dapat diperoleh di Apotek, Rumah Sakit. Sebagai contohnya antara lain : Morfin,
Codein. Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat serta
pengamanan distribusi untuk golongan obat Psikotropika dan Narkotika
Pemerintah. melakukan pengawasan secara ketat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika dan UndangUndang Nomor
22 tahun 1997 tentang Narkotika.
B. RESEP DAN SALINAN RESEP
1. KELENGKAPAN DAN LEGALITAS RESEP DAN SALINAN RESEP
Pengertian resep
Resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola
Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku.
Yang berhak menulis
resep adalah
a. Dokter
b. Dokter gigi, terbatas pada penyakit gigi dan mulut.
c. Dokter hewan, terbatas pada pengobatan untuk hewan.
Resep yang lengkap
dan syah harus ditulis dengan memuat:
a.
Nama dan alamat penulis resep
serta Surat Ijin Praktek Dokter (SIP).
b.
Tanggal penulisan resep (date
Prescribed)
c. Tanda buka penulisan resep yang
berupa Simbol:
R/ = resipe = ambillah Pada bagian kiri setiap penulisan resep (Super Scriptis)
d. Nama setiap obat, jenis dan jumlah
bahan yang terdiri dari : obat pokok = remedium cardinale atau zat aktif. Bahan
tambahan = remidium adjuvan atau eksipien adalah bahan yang bersifat "
inert " seperti corrigen Saporis, corrigen odoris, corrigen coloris,
vehiculum atau pembawa (inscriptio).
e.
Macam bentuk sediaan dan jumlah
nya yang harus dibuat (Subcriptio).
f.
Aturan pemakian obat yang tertulis
(Signature} = signa = tandailah.
g.
Tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep (Prescriber 's Signature).
h.
Nama dan umur pasien, jenis hewan
dan pemiliknya untuk dokter hewan.
Apabila
dokter menginginkan resep tersebut dibuat segera maka dokter diharuskan menulis
tanda disebelah atas dari blanko resep ialah :
a. Cito = segera atau
b. Urgent = penting atau
c. Statim = penting atau
d. P.I.M. = Periculum In Mom = berbahaya jika ditunda.
Jika
dokter menginginkan resep tersebut dapat diulang, maka resep dokter diharuskan
menuliskan tanda " her " atau "Iteratie" dan berapa kali resep tersebut boleh diulang.
Misalnya Iter 3 X, berarti resep tersebut dapat dilayani 1 + 3. kali ulangan =
4 kali.
Selain
itu apabila dokter menghendaki resep tersebut dilarang untuk diulang, maka
dokter harus menuliskan disebelah atas blanko resep tanda " N.I."
atau " Ne Interetur " = tidak diulang (Pasal 48 W.G. ayat (3) ; SK.
Men.Kes. R.I. Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/l
981).
Untuk
resep yang mengandung obat narkotika,
tidak diperkenankan menggunakan iteratie, tetapi harus menggunakan resep yang
baru. Apabila dokter dengan sengaja memberikan dosis obat melebihi takaran
maksimum (Maksimal Dosis), maka dibelakang nama obat harus diberi tanda !
(tanda seru) atau paraf dokter
HUBUNGAN
DOKTER - APOTEKER – PASIEN Salinan resep = copy
resep = apograph = Afschrift = Exemplum = Refill Prescripion.
Merupakan
salinan dari resep dokter yang ditanda tangani oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) dan harus memuat keterangan yang terdapat dalam resep aslinya
serta beberapa keterangan sesuai dengan ketentuan dalam SK.Men.Kes.R.I. Nomor :
280/MenKes/SK/V/1981 yaitu sebagai
berikut:
1.
Nama dan Alamat Apotek ;
2.
Nama dan Nomor Surat Ijin Apotek
(S.I.A.) ;
3.
Nama, umur pasien ;
4.
Nama Dokter penulis resep ;
5.
Tanggal tertulis resep ;
6.
Tanggal dan Nomor urut pembuatan ;
7.
Tanda R/
8.
Tanda det atau detur untuk obat
yang sudah diserahkan, tanda ne det atau ne detur untuk obat yang belum
diserahkan. Apabila dalam resep asli terdapat tanda iter (diulang), diberikan
tanda det orig atau detur originate untuk obat yang sudah diserahkan
berdasarkan resep aslinya.
9. Pernyataan dari Apoteker Pengelola
Apotek yang menyalin dengan Tanda p.c.c =pro copy conform = sesuai dengan
aslinya.
10.Tanda tangan
Apoteker Pengelola Apotek
11.Cap Apotek
Keuntungan
penggunaan Bahasa Latin dalam penulisan resep adalah :
1.
Bahasa Latin merupakan bahasa mati
2.
Bahasa Latin bahasa Medical
Science seluruh dunia
3.
Nama latin obat adalah nama yang
tetap dan yang sudah pasti.
4. Dapat menjaga kerahasiaan isi resep.
Beberapa
contoh singkatan Bahasa Latin yang ditulis dalam resep Pada bagian Inscriptio :
1. a. a = ana = masing-masing
2. ad. = ad. = sampai
3. add. = adde = tambahkan
4. gtt. = guttae = tetes
5. No = Numero = jumlah
6. m.f. = miscefac = campur dan buatlan
7. dtd. = da tales dosis = berikan sejumlah takaran
8. dcf. = da cum formula = serahkan dengan resepnya / formulanya
9. m.f.pot = micefacpotio = campur dan buatlah obat minum
10.m.d.S.u.e. = misce da signa usus externum = campur dan berikan tanda
untuk pemakaian luar.
Pada
bagian Signature :
1.
S. t.d.d. = Signa ter de die =
tandailah tiga kali sehari
2.
S.prn = Signa pro re nata_=
tandailah jika perlu
3.
a.c. = ante coenam = sebelum makan
4.
a.n. = ante noctem = sebelum
tengah malam
5. S.t.d.d.C I = Signa ter de die
Cockier unum = tandailah tiga kali sehari 1 sendok makan. 6. S.i.m.m = Signa in
manus medicus = tandailah serahkan ketangan dokter
6.
S.lit.or = Signa litus oris =
tandailah tutulkan / oleskan pada bibir. 8. S.b.d.d.gtt.I o.d.et.s = Signa bis
de die guttae unum oculo dexter et sinister =. tandailah dua kali sehari 1
tetes maka kanan dan kiri.
Contoh
Resep Dokter Contoh Salinan Resep Dokter
C. DOSIS OBAT
1. MACAM-MACAM DOSIS OBAT
Obat
yang diberikan kepada pasien akan mengalami proses-proses sebelum tiba pada
tempat aksi atau jaringan sasaran.
Secara
garis besar proses yang dialami obat dalam badan akan melalui fase-fase, yaitu
:
1.
Fase biofarmasetik
2.
Fase farmakokinetik
3.
Fase farmakodinamik
Skema
perjalanan obat dalam badan digambarkan sebagai berikut:
a.
Ketersediaan farmassetik (obat
siap diabsorpsi)
b.
Ketersediaan hayati (obat untuk
memberikan efek) Untuk dapat menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi,
obat harus mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup. Tercapainya
konsentrasi tersebut tergantung dari jumlah (dosis) obat yang diberikan,
tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dan distribusinya oleh
aliran darah kebagian lain dari badan.
-
Dosis atau takaran obat yang diberikan kepada pasien agar menghasilkan efek
terapi yang diharapkan dosisnya harus tepat dan dapat digambarkan sebagai
jumlah yang cukup tetapi tidak berlebihan. Apabila dosis obat yang diberikan
kepada pasien tidak tepat akan merugikan pasien, seperti dosis obat yang
terlalu kecil tidak akan memberikan efek terapi, terjadinya resistensi bakteri
untuk obat golongan antibiotika.
Dosis
yang terlalu besar dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian.
Beberapa
ketetapan yang berhubungan dengan dosis obat yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia Edisi II tahun 1979 adalah :
a.
Dosis maksimal yang tertera dalam
Farmakope adalah dosis untuk ornag dewasa, yang tidak boleh dilampui kecuali
jika dibelakang jumlah obat dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep.
b.
Dosis lazim yang tertera dalam
Farmakope hanya merupakan petunjuk dan tidak mengikat.
c.
Selain dalam daftar dosis maksimum
oral tertera juga pada monografi.
Beberapa
istilah yang digunakan untuk dosis obat antara lain :
1. Dosis lazim adalah dosis obat yang
biasa (lazim) yang diharapkan menhnbulkan efek yang diinginkan.
2. Rentangan dosis lazim adalah suatu
dosis obat yang menunjukkan kisaran harga dosis lazim.
3. Dosis awal, dosis pertama atau
dosis muat adalah suatu dosis obat yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi
obat yang diinginkan dalam darah atau jaringan.
4. Dosis perawatan adalah suatu dosis
obat yang digunakan untuk mempertahankan konsentrasi obat yang diinginkan dalam
darah/jaringan sepanjang jadwal terapi.
5. Dosis pencegahan adalah dosis obat
yang diberikan untuk melindungi agar pasien tidak terkena penyakit.
6.Dosis toksik adalah dosis yang
dapat mengakibatkan konsentrasi dalam darah/jaringan menimbulkan keracunan.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
Dosis
atau takaran obat yang harus diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek
yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain :
·
Umur
·
Berat badan
·
Luas permukaan tubuh
·
Jenis kelamin
·
Status patologi
·
Toleransi terhadap obat
·
Waktu penggunaan obat
·
Bentuk sediaan dan
·
cara pemakaian obat
Banyaknya
faktor dan variasi biologi berbeda untuk tiap individu yang berpengaruh
terhadap dosis obat, sehinggga digunakan istilah DOSIS LAZIM.
Dosis
lazim adalah dosis uang dibutuhkan bagi kebayakan pasien atau dosis rata-rata yang biasanya
(lazim) memberikan efek yang diinginkan dan merupakan dosis awal bagi pasien
yang menggunakan obat untuk pertama kali.
KOMBINASI OBAT
Dua
macam obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling mempengaruhi kerja
masing-masing obat, kemungkinan dapat menunjukkan kerja sebagai berikut:
a. Antagonisme terjadi apabila kerja
/ aksi kegiatan obat yang pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh
obat yang kedua yang memiliki khasiat farmakologi berlawanan.
b.
Sinergisme adalah kerjasama antara
dua obat dan dikenal ada dua macam yaitu : Adisi (summasi), efek kombinasi
adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing-masing obat.
c. Potensiasi (=meningkatkan potensi) Kedua obat saling memperkuat
khasiatnya, sehingga terjadi efek yang melebihi jumlah matematisnya.
PERHITUNGAN DOSIS OBAT
Cara
perhitungan dosis obat pada pasien dewasa.
a.
Untuk obat tunggal
Dihitung jumlah
pemakaian obat untuk sekali pemakaian dan sehari pemakaian. Perlu diperhatikan
apakah dalam bagian incripstio dari resep ada tanda aa., did,, ad,
Dalam bentuk sediaan
apa obat dalam resep tersebut dibuat (sediaan padat, semi padat, atau cair).
Perlu diperhatikan juga signature atau aturan pemakaian obat seperti s.p.r.n.,
s.t.t.d., s b d d cth. Hasil perhitungan jumlah pemakaian obat untuk sekali dan
sehari dibandingkan dengan batasa maksimalnya seperti tercantum dalam
Farmakope.
b.
Untuk obat ganda yang kerjanya
sinergis (dosis ganda)
Perhitungan untuk dosis
ganda dengan cara dihitung terlebih dahulu dosis pemakian tunggal masing-masing
obat untuk pemakaian sekali maupun sehari pemakaian.
Dosis
ganda dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dosis pemakaian A Dosis pemakaian B
Dosis pemakaian C
DOSIS GANDA =
------------------------ + -------------------------- +
---------------------<1
Dosis maksimal A
Dosis maksimal B Dosis maksimal C
DOSIS ANAK
Untuk perhitungan
dosis untuk anak dapat dilakukan dengan membandingkan dengan daftar dosis untuk anak yang
tertera dalam Farmakope Indonesia.
Dosis maksimal
untuk anak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
a. Rumus Fried dan Clark (untuk pasien
anak kurang dari 1 tahun)
Umur dalam bulan X berat badan (pound)
-------------------------------------------------------
X Dosis maksimal dewasa
150
b. Rumus Young (untuk anak umur 1-8
tahun)
n
------ X Dosis maksimal dewasa.
n+12
c. Rumus Coling (untuk anak umur 1-8
tahun)
n+1
------- X Dosis maksimal dewasa.
24
d. Rumus Dilling (untuk anak umur 8-20
tahun)
n
------ X Dosis maksimal dewasa.
20
n = umur dalam tahun
Kriteria pengobatan yang rasional mencakup ketepatan
dalam hal :
·
Tepat diagnosis,
·
indikasi,
·
pemilihan jenis obat,
·
tepat dosis,
·
cara dan jangka waktu
·
pemberian,
·
tepat penilaian terhadap kondisi pasien,
·
tepat dalam pemberian
·
informasi,
·
tepat evaluasi dan
·
tindak lanjutnya dengan biaya terjangkau dan
·
waspada terhadap efek samping
obat.
Agar tercapai
tujuan pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis, obat harus diberikan dengan dosis
yang tepat. Dosis yang diberikan kepada pasien harus dalam jumlah yang
cukup. Pemberian dosis yang cukup berarti pemberian dosis sedemikian rupa,
sehingga memberikan efek yang diinginkan tanpa dosis berlebihan dan dengan
demikian tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti timbuhiya
toksisitas obat.
D. INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Obat dapat
berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan
obat lain. Interaksi antara obat dengan obat didefinisikan sebagai
modifikasi efek dari suatu obat karena kehadiran obat yang lain, baik diberikan
sebelumnya atau bersama-sama.
Berdasarkan tempat terjadinya,
interaksi dapat digolongkan:
1.
Diluar tubuh (Inkompatibilitas
Farmasetis)
2.
Didalam tubuh (Inkompatibilitas
Farmakologi)
Berdasarkan mekanisme, interaksi obat dapat digolongkan :
1. Interaksi
Farmasetis atau inkompatibilitas.
2. Interaksi
Farmakokinetik.
3. Interaksi
Farmakodinamik.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Inkompatibilitas
ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan / diminum) antara obat yang
tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat yang demikian ini menyebabkan
terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, dan lain-lain,
atau mungkin juga tidak terlihat dan interaksi ini biasanya akan berakibat in
aktivasi obat.
Inkompatibilitas
farmasetis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Inkompatibilitas
fisika
b) Inkompatibilitas
kimia
a) Inkompatibilitas fisika
Inkompatibilitas fisika atau tak tercampuraya
obat secara fisika adalah peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada
waktu mencampurkan obat atau bahan obat secara fisika tanpa ada perubahan susunan kimianya.
Bahan obat yang dicampurkan tidak menghasilkan suatu campuran yang homogen dan
efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi.
Beberapa peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas
fisika antara lain yaitu :
1. Obat tidak dapat
larut (insolubility)
2. Obat tidak dapat
campur (immiscibility)
3. Terjadinya
pengendapan secara fisika (precipitation).
4. Terjadinya
pencairan zat padat (liquifaction)
5. Pemadatan
(solidification)
6. Adsorpsi
(Adsorption)
b) Inkompatibilitas kimia
Inkompatibilitas kimia atau tak tercampurkan
obat secara kimia adalah peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada
waktu mencampurkan obat atau bahan obat karena reaksi kimia sehingga terjadi perubahan susunan
kimia. Bahan obat yang dicampurkan tiak memberikan hasil yang homogen dan efek
yang tidak sesuai dengan tujuan terapi.
Beberapa peristiwa yang
terjadi pada inkompatibilitas kimia antara lain reaksi:
1. Pengendapan
2. asam dengan basa
3. oksidasi atau
reduksi
4. terjadinya
perubahan warna
5. terjadinya
peruraian
6. reaksi dengan
sediaan galenik
Inkompatibilitas
farmasetis dapat terjadi baik pada sediaan padat seperti sediaan pulveres, pulvis,
kapsul, pil, supositoria maupun sediaan semi padat seperti unguenta dan sediaan
cair.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS PADA SEDIAAN PADAT DAN PENGATASANNYA
Sediaan Pulveres dan Pulvis
Pada prinsipnya
sediaan pulveres dan pulvis harus memenuhi persyaratan yaitu halus,
kering dan homogen, sehingga dapat dihasilkan suatu sediaan yang memenuhi
persyaratan dan keadaannya tetap utuh sesuai dengan tertulis dalam suatu
resep.
Inkompatibilitas fisika yang sering terjadi pada sediaan
pulveres dan pulvis adalah :
1). Melelehnya atau
melembabnya campuran serbut, akibat terjadinya proses.
a. Penurunan titik lebur campuran serbuk
Contoh:
R/ Hexamin
Acetosal aa 0.250
Luminal 0,030
s.l.q.s.
mJ.pulv.dtdNo. XV
s.tdd pl
Rf Mentol 6
Camphor 5
Zinc Oxyd 5
Talc, venetad 50
m.f.pulv.ads.
s.tdd pl
b. Penurunan tekanan uap relatif
Contoh:
R/Kalii bromida
0,200
Natriiiodida 0,400
Sacch laktis q.s.
s.l.q.s.
m.f.pulv.dtd No. XV
s.tdd pl
R/Natrii bromida
0,200
Amm. chlorid 0,300
E lacosacch
minth.pip. 0,250
m.f.pulv dtd No.XV
s.tdd pl
c. Bebasnya air hablur
Contoh:
R/Magnesii sulfat
10
Natrii sulfat 15
Natrii chlorida 5
m.f.pulvis
S.tdd CI
2).Terjadinya adsorbsi
Contoh :
R/CodeinHClO,010
Exh. Belladon 0,015
Bolus alba 0,200
m.f.pulv. dtd No.
XII
s.b dd Pulv I
Inkompatibilitas
kimia pada sediaan pulveres dan pulvis terjadi akibat pengaruh dari sifat asam
atau basa dari obat. Faktor yang berperan dalam reaksi mi antara lain adalah
derajat keasaman atau kebasahan, kelembaban
Contoh:
R/Ephedrin 0,025
Asetosal 0,400
Luminal 0,015
m.f.pulv. dtd No.XV
S.t. dd pulv I
Inkompatibilitas
farmastis yang terjadi pada sediaan pulveres dan pulvis dapat diatasi dengan
cara:
1. Memodifikasi
cara pencampuran bahan.
2. Mengganti bahan
yang menyebabkan inkompatibilitas dengan bahan lain.
3. Pemisahan obat
secara langsung ataupun tidak langsung.
Peristiwa
inkompatibilitas farmasetis pada umumnya akan berakibat terjadinya :
a) Terjadinya
peruraian (deterioration)
b) Perubahan warna
c) Pengendapan
(praecipitation)
d) Produk yang
dihasilkan kurang atau tidak memuaskan (product unsatisfactory)
Pengatasan yang
dapat dilakukan apabila terjadi inkompabilitas farmasetis antara lain dengan cara:
a) Memodifikasi
urutan campuran
b) Penggantian
bentuk obat atau eksifien
c) Merubah bahan
pelarut
d) Merubah volume
e) Pembuatan emulsi
f) Pembuatan
suspense
g) Penambahan atau
pengurangan bahan
h) Pemisahan obat
secara langsung atau tidak langsung
INKOMPATIBILITAS FARMAKOLOGI/TERAPETIS/INTERAKSI
Obat dapat
berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan
obat lain. Interaksi antara dengan obat didefinisikan sebagai efek dari suatu
obat karena kehadiran obat lain baik yang diberikan sebelumnya atau
bersama-sama. Interaksi antara dua obat yang diberikan secara bersamaan dapat
menghasilkan efek yang bersifat potensiasi atau antagonisme (efek yang
berlainan) satu dengan obat lain, yang berarti dapat menguntungkan atau
merugikan.
Contoh interaksi
yang menguntungkan antara lain :
·
kombinasi anti hipertensi, anti TBC, probenecid
dengan penisilin,
·
sedangkan yang merugikan antara lain kombinasi
tetrasiklin dengan antacida, dan kombinasi yang bersifat seperti coffein dengan barbital.
SUPOSITORIA
Inkompabilitas farmasetis
pada sediaan supositoria yang dapat timbul adalah :
Adanya obat yang
dapat menurunkan ataupun menaikkan titik lebur basis oleum Cacao, adanya obat
atau larutan obat yang tidak dapat campur dengan basis supositoria atau
supositorianya menjadi lunak.
Adapun
pengatasannya dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Penambahan bahan
yang dapat mempengaruhi titik lebur
b. Penambahan bahan
yang dapat membantu campurnya obat dengan basis supositoria
c. Mengganti dengan
basis yang cocok
Contoh:
R/ Hidras Chlorali
mg. 100
Ol.Cacao q.s
m.f.supp.dtd.No.IV
S. s. d. d. I.
R/ Acidum Salisil 2
P.E.G. 1000 7,5
P.E.G. 4000 2,5
m.f.Supositoria
Inkompabilitas
Farmasetis yang terjadi pada bentuk sediaan semi padat berupa unguenta (salep).
Unguenta atau salep
merupakan sediaan farmasi berbentuk setengah padat yang mempunyai
persyaratan antara lain bahan obatnya hams larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok, tidak boleh berbau tengik dan mudah dioleskan atau
digunakan serta halus.
Inkompabilitas
Farmasetis yang terjadi pada sediaan unguenta adalah :
1. Keluarnya air
(karena system emulsinya rusak / adanya air / larutan obat yang tidak terserap
basis).
2. Obat tidak /
sukar larut dengan basis salep
3. Terbentuknya
senyawa lain, karena terjadi reaksi kimia.
Adapun
pengatasannya yang dapat dilakukan adalah :
1. Penggantian
sebagian basis dengan basis yang cocok.
2. Menjaga system
emulsi tetap baik / stabil.
3. Penambahan suatu
zat yang membantu tercampurnya obat dengan basis.
4. Dicampur secara
tak langsung.
5. Menghilangkan
salah satu bahan yang menimbulkan masalah.
Contoh:
R/AcidSalisil 5
βNaphtol 2
Sapo Kalimus 10
Vaselin ad. 40
m.f.ungt.
R/Bals. Peruv 2
Acid Salisil 1
Vaselin ad. 20
m.dS.u.e
R/Iodii 0,6
Calomel 2,5
Vaselin 5
m.dS.u.e
INKOMPABILITAS FARMASETIS PADA BENTUK CAIR (LIQUID)
Pada sediaan cair
dapat dijumpai problema inkompabilitas farmasetis baik fisis maupun khemis.
Beberapa peristiwa
inkompabilitas fisis pada bentuk sediaan cair antara lain :
1. Obat tidak dapat
larut dalam cairan pembawa (insolubility)
2. Obat tidak dapat
campur (immiscibility)
3. Pengendapan
karena cairan pembawa.
Contoh :
RJSulfasomidin 5
Phenobarbital 0,100
PotMgr.c.Tuss 100
m.d.S.t.d.d.C I
Inkompabilitas
khemis pada sediaan cair pada umumnya terjadi karena hasil reaksi kimia pada waktu
mencampur bahan-bahan obat dalam suatu resep.
Peristiwa tersebut
dapat terjadi dengan cepat atau lambat.
Inkompabilitas khemis yang sering terjadi pada sediaan
antara lain :
1. Terbentuknya endapan (precipitation)
Contoh : R/ Syr
Thymi 75
EphedrinHCl 0,300
Papaverin HCl 1
Sasa gtt.XV
Aqua ad. 300
m.f.potio
2. Reaksi yang terjadi karena oksidasi atau reduksi
Adapun peristiwa
Inkompabilitas tersebut sering terjadi adalah peristiwa oksidasi, sedangkan
reduksi jarang terjadi. Oksidasi akan dipercepat degan adanya sinar, suhu
penyimpangan yang berlebihan, pH yang kurang tepat, adanya katalis
logam berat.
Bahan-bahan obat
yang mudah teroksidasi antara lain : andrenalin, dextrose, vitamin C, Sulfacetamid
(tetes mata), sulfonamid injeksi.
3. Terjadinya perubahan wama.
Contoh : phenol
phthalein (laxative), andrenalin keduanya dalam suasana alkalis, senyawa fenol
dengan berat logam.
R/Fenolliq 2,0
FerriChlorid 4,0
Gliserin 5,0
Aqua ment.pip 9,0
m.f.S.sol.garggle
4. Tidak stabil dalam larutan (terjadi peruraian). Ketidak stabilan obat dalam air atau terjadinya peruraian kemungkinan dapat
meyebabkan terjadinya inkompatibilitas farmakolgis atau interaksi.
Contoh : Asetal
didalam air akan terurai menjadi asam asetat dan asam salisilat.
Phenobarbital
sodium dalam air terurai menjadi fenil etil asenil ureum.
R/ Elkosin 5
Phenobarb.Na 1,6
C.T.M. 0,050
O.B.H. ad. 200
M.f.l.apotio
5. Pembentukan gas (efervescen)
Contoh : reaksi
antara karbonat dengan asam di dalam air
R/ Pot.Riveri 200
adde.
Magn.Citrat 5
Extr.Belladon 0,03
m. d, S. in. duab.
viv. summend. o. M
6. Tak tercampurkan dengan sediaan galenika
Sari nabati pada
umumnya bereaksi asam sehingga dapat menyebabkan keluarnya gas CO2 dengan
karbonat atau hydrogen karbonat. Zat samak yang terdapat dalam sari
nabati dengan garam logam berat menghasilkan persenyawaan yang tidak
dapat larut.
Pengatasan pada
inkompabilitas farmasetis sediaan cair dapat dilakukan dengan cara :
a.
Modifikasi urutan pencampuran.
b.
Penambahan bahan yang sifatnya
inert seperti bahan pensuspensi (untuk dibuat sediaan suspensi) atau emulgatir (sediaan
emulsi).
c.
Menghilangkan bahan yang menimbulkan
inkompabilitas dan efeknya kecil /tidak berefek.
d.
Merubah bahan pelarut.
e.
Merubah volume.
f.
Penggantian bahan aktif atau
eksipien.
g. Pemisahan obat.
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam memprediksi terjadinya inkompatibiltas dan mengatasinya
yaitu sebagai berikut :
1. Tentukan bagaimana inkompatiblitas dapat terjadi
2. Bahan yang secara spesifik menyebabkan inkompatibiltas dapat terjadi
3. Tipe/macam inkompatibilitas
4. Gunakan cara yang cocok untuk mengatasi inkompatibilitas tersebut
E. PROSES PELAYANAN OBAT
ATAS RESEP DOKTER DAN SALINAN RESEP
1. ALUR PELAYANAN RESEP DAN SALINAN RESEP
Alur pelayanan
resep dan salainan resep di Apotek
Apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Permenkes No.l332/Menkes/SK/X/2002) Pelayanan resep
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.
Alur Pelayanan
resep ataupun salinan resep melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Pasien datang ke
Apotek dengan membawa resep dokter dan diterima Apoteker/Asisten Apoteker.
PENERIMAAN RESEP :
Dalam tahap ini
dilakukan pembacaan resep, pengecekan syahnya/kelengkapan resep berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai seleksi awal apakah resep dapat dilayani atau
ditolak berdasar pertimbangan antara lain :
Resep meragukan,
Obat tidak tersedia
atau alasan yang lain.
ANALISIS RESEP dilakukan terhadap hal - hal antara lain :
Dosis obat
Adanya
inkompatibilitas farmasetis maupun farmakologis kontrol rasionalitas isi resep.
TAHAP PERACIKAN, PEMBUATAN
Obat disiapkan,
diracik dan dibuat melalui proses penimbangan, pencampuran dan
pengetiketan. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam dan warna biru
untuk obat luar dengan mencantumkan :
a. Nama dan alamat
apotek
b. Nomor Surat Ijin
Apotek (SIA)
c. Nomor resep dan
tanggal pembuatan resep
d. Nama pasien
e. Aturan pemakaian
f. Tanda lain yang
diperlukan, contohnya "gojok dulu", "tidak boleh diulang tanpa resep
dokter" dan sebagainya.
PENYERAHAN OBAT
Sebelum obat
diserahkan kepada pasien dilakukan pengecekan kembali untuk mengetahui
kemungkinan terjadikesalahan dalam peracikanm, oembuatan, pemberian etiket.
Beberapa kesalahan
yang sering terjadi pada rantai pelayanan resep ataupun salinan resep
yang menyebabkan pemakaian obat tidak tepat dan merugikan pasien antara
lain kesaiahan:
1.
Membaca dan memahami resep akibat
tulisan dokter tidak jelas atau tidak terbaca.
2.
Perhitungan dosis obat
3.
Pengambilan obat
4.
Pengetiketan
5.
Penyerahan obat.
Penyerahan obat
kepada pasien dengan pemberian informasi mengenai cara penggunaan obat,
efek samping obat dan lain-lain agar tujuan pengobatan dapat
tercapai.
Problema dalam pelayanan resep dapat diatasi dengan
cara-cara sebagai berikut:
A. Konsultasi dengan dokter
penulis resep.
Hal ini dilakukan
apabila terjadi inkompatibilitas farmakologi, terjadinya senyawa yang
lebih beracun, perubahan dosis obat, membuat secara terpisah, menghilangkan bahan yang mempunyai masalah
dengan efek terapi, merubah bentuk sediaan, terjadinya koreksi kelengkapan dan
legalitas resep.
B. Pengatasan inkompatibilitas
farmasetis yang dapat diatasi sendiri oleh
Apoteker dengan kefarmasian antara lain :
·
Merubah cara mencampur Penambahan bahan
inert dapat dilakukan dengan maksud untuk mengatasi atau mencegah inkompatibilitas yang akan
terjadi yaitu antara lain :
bahan pensuspensi,
emulgator, solubilizer atau
bahan untuk membantu pencamuran, stabilizer, antioksidan,
dan lain-lain.
·
Menghilangkan bahan yang mempunyai
efek terapi kecil / tidak berefe.
·
Merubah pelarut, volume.
· Mengganti bentuk obat dengan bentuk obat yang lain yang tidak merubah efek
terapinya dan dipilih untuk obatyang mempunyai sifat dapat campur dengan
pembawa, larut serta dapat dijamin stabilitasnya. Membuat dengan bentuk sediaan yang
terpisah.
2. ANALISIS RESEP DAN SALINAN RESEP BERDASARKAN :
a.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.
Inkompatibilitas farmasetis
c.
Dosis obat
Agar mahasiswa
dapat menganalisis resep baik berdasarkan legalitas, inkompatibilitas
farmasetis, dan pengatasannya dan dapat menganalisis dosis obat serta dapat
menghitung dosis obat, dapat menulis salinan resep dengan betul diberikan
soal-soal latihan resep seperti contoh soal berikut ini:
SOAL LATIHAN
Pertanyaan:
1. Bagaimana analisis saudara dari resep-resep di bawah
ini ?
Mengenai:
a. Problematik
b. Perhitungan over
dan tidaknya Dosis pemakaian terhadap dosis
maksimum dan cara
pembuatannya serta buatkan salinan resepnya.
Diketahui:
Dosis Maksimum
Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Aminophyllin 500 mg
/1,5 g
Ephedrin 50 mg /150
mg
Luminal 300 mg /
600 mg
Diketahui
Dosis Maksimum
Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Hexamin 1 g/ 4g
Phenyl Salicyl 600
mg/5g
Asetosal 1g/8g
Extr.Belladonna 20
mg / 80 mg
Diketahui:
Dosis Maksimum
Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Ephedrin 50 mg /150
mg
Theophylin 500 mg
/1 g
Diketahui:
Dosis Maksimum
Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Luminal 300 mg /
600 mg
Asetosal 1 g
PUSTAKA
1. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia,
Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Anonim, 1996, Kumpulan
Perundang-undangan Bidang Sediaan Farmasi, Makanan, A lot Kesehatan dan Bahan
Berbahaya (Umum), Dit.Jen.POM., Jakarta.
3.
Anonim, 1996, Kumpulan Peraturan
Perudang-undangan Bidang Obat, Dit.Jen.POM., Jakarta.
4. Alfonso R.Gennaro, 1995, Remington
: The Science and Practice of Pharmacy, 19th Ed., Mack Publising Company,
Easton, Pennsylvania.
5.
Ansel, H.C., Popovich, N.G.,
Alien, L.V., 1995, PharmaceuticalDosageForms and Drug Delivery Systems, 6 th Ed., Williams &
Wilkisns, Philadelphia.
6.
Jenkin G.L. et al., 1957,
Scovitte's The Art Compounding, 19th Ed., Mc.Graw Hill Book Co, Inc., New York, Toronto,
London.
7. King R.E., (ED.)., 1984,
Dispensing of Medication, Ninth Ed., Mack publishing Company, Easton, Pennylvania. ------------------
0 komentar:
Posting Komentar