Definisi
Farmasi
Farmasi
adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,
mengidentifikasi, mengkombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan
pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya
secara aman.Farmasi dalam bahasa Yunani ( Greek) disebut farmakon yang
berarti medika atau obat.
Definisi
Apoteker
Apoteker
adalah seorang yang ahli dalam bidang farmasi seperti yang disebut pada
definisi di atas.
Karir
Farmasi meliputi :
1.
Farmasi
komunitas
2.
Farmasi
rumah sakit
3.
Pedagang
besar farmasi (PBF)
4.
Farmasi
Industri
5.
Pelayanan
Farmasi di Pemerintahan
6. Pendidikan Farmasi
Farmasi
Managemen
Kurikulum
Pendidikan Farmasi
Kurikulum
pendidikan farmasi didasari oleh ilmu-ilmu :
1.
Farmakologi
adalah ilmu yang mempelajari sejarah, khasiat obat di segala segi termasuk
sumber/asal-ususlnya, sifat kimia, sifat fisika, kegiatan fisiologis/ efeknya
terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorpsi, nasib ( distribusi,
biotransformasi), eksresinya dalam tubuh, sejak efek toksiknya; dan
penggunaannya dalam pengobatan.
Cabang-cabang
farmakolgi, yaitu :
a. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber
bahan obat dari alam, terutama dari tumbuh-tumbuhan (bentuk makroskopis dan
mikroskopis berbagai tumbuhan serta organisme lainnya yang dapat digunakan
dalam pengobatan).
b. Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan
obat/cara kerja obat, efek obat terhadap fungsi berbagai organ serta pengaruh
obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ. Singkatnya, pengaruh obat
terhadap sel hidup atau organisme hidup, terutama reaksi fisiologis yang
ditimbulkannya.
c.
Farmakokinetik
adalah ilmu yang mempelajari tentang absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi), dan eksresi obat (ADME). Singkatnya, pengaruh tubuh terhadap
obat.
d. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat racun
dengan khasiatnya serta cara-cara untuk mengenal / mengidentifikasi dan melawan
efeknya.
2. Kimia farmasi (organik dan anorganik) adalah llmu yang
mempelajari tentang analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa kimia,
baik dari golongan organik (alifatik, aromatik, alisiklik, heterosiklik) maupun
anorganik yang berhubungan dengan khasiat dan penggunaannya sebagai obat.
3. Farmasi / farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang
cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan,
pengawetan, bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai
obat; serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi
pembutan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada
pasien.
4. Teknologi farmasi merupakan ilmu yang membahas tentang
teknik dan prosedur pembuatan sediaan farmasi dalam skala industri farmasi
termasuk prinsip kerja serta perawatan /pemeliharaan alat-alat produksi dan
penunjangnya sesuai ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik ( CPOB).
5. Dispensa farmasi adalah ilmu dan seni meracik obat
menjadi bentuk sediaan tertentu hingga siap digunakan sebagai obat .
6. Fisika farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang
analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang
berhubungan dengan sifat fisikanya, misalnya spektrometri massa,
spektrofotometri, dan kromatografi.
Jenis-jenis
spektrometri yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, yaitu spektrofotometri
inframerah, spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak, speltrofotometri
atom, spektrofotometri fluoresensi, spektrofotometri cahaya bias,
spektrofotometri turbidimetri, serta spektrofotometri nefelometri; sedangkan
jenis-jenis kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi
kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi (High
performance liquid chromatography , HPLC).
7. Biofarmasi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh
formulasi terhadap aktivitas terapi dan produk obat.
8. Farmasi klinik meliputi kegiatan memonitor penggunaan
obat, memonitor efek samping obat (MESO), dan kegiatan konseling/informasi obat
bagi yang membutuhkannya.
9. Biologi farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang
dasar-dasar kehidupan organisme; peranan biologi dalam bidang kesehatan, baik
secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh kehidupan manusia;
serta morfologi, anatomi, dan taksonomi tumbuhan dan hewan yang berhubungan
dengan dunia kefarmasian.
10. Administrasi farmasi, manajemen farmasi, dan pemasaran
adalah ilmu yang mempelajari tentang administrasi, manajemen, dan pemasaran
yang berhubungan dengan kewirausahaan farmasi beserta aspek-aspek
kewirausahaannya.
Peranan
Apoteker
Pada
Farmasi Komunitas Orang yang dipandang banyak mengetahui tentang obat adalah
apoteker. Hal ini disebabkan :
1.
Apoteker memiliki tanggung jawab terhadap obat yang tertulis di dalam resep.
Apoteker merupakan konsultan obat bagi dokter maupun pasien yang memerlukannya.
Apoteker harus mampu menjelaskan tentang obat yang berguna bagi pasien karena
dia mengetahui tentang :
(a) Cara menggunakan dan meminu obat;
(b) Efek samping yang timbul jika obat dipakai;
(c) Stabilitas obat dalam berbagai kondisi;
(d) Toksisitas dan dosis obat yang digunakan;
(e) Rute penggunaan obat;
(f) Eksitensinya
sebagai seseorang ahli dalam obat.
2.
Apoteker memiliki tanggung jawab yang penting terhadap penjualan obat bebas
pada pasien.
Pada
Industri Farmasi
Peran
apoteker di Industri Farmasi antara lain :
a)
Menjadi
anggota penelitian dan pengembangan ( Litbang atau R & D ( Reseach and
Development);
b)
Bertugas
di bagian produksi farmasi;
c)
Bertugas
di bidang informasi ilmiah dan masalah perundangundangan farmasi
d)
Bertugas
di bidang promosi, informasi, dan pelayanan obat;
e)
Bertugas
di bidang penjualan (sales) dan pemasaran ( marketing) obat.
Pada
Pemerintahan dan TNI/POLRI
Peran
apoteker di Pemerintahan dan TNI/POLRI
1.
Bertugas
di bidang administrasi pelayanan obat pada instansi pemerintah/Angkatan
Bersenjata/TNI/POLRI;
2.
Bertugas
di bidang korps ilmu Biomedis Angkatan Udara;
3. Bertugas di Departemen Kesehatan (Depkes), Direktorat
Jenderal Pelayanan Farmasi ( Ditjen Yanfar), Badan/Balai Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) atau rumah sakit;
4. Bertugas di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
sebagai dosen bidang farmasi.
PENGELOLAAN
APOTEK DAN RESEP DI APOTEK
Pengelolaan
Apotek
Definisi
Apotek
adalah suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran obat kepada masyarakat (PP.25/1980).
Tugas
dan Fungsi Apotek
Apotek
memilki tugas dan fungsi sebagai :
1.
Tempat
pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
2.
Sarana
farmasi untuk emlaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan
penyerahan obat atau bahan obat;
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan
obat-obatan yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
Pengelolaan Apotek
Pengelolaan
apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dalam rangka tugas dan fungsi apotek meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
Sesuai
dengan PERMENKES RI No. 26/Per.Menkes/Per/I/1981, Pengeloaan apotek meliputi :
1.
Bidang
pelayanan kefarmasian
2.
Bidang
material
3.
Bidang
administrasi dan keuangan
4.
Bidang
ketenagakerjaan
5.
Bidang
lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.
Pengelolan
apotek di bidang pelayanan meliputi :
1.
Pembuatan,pengolahan,
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat
atau bahan obat.
2.
Pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
lainnya.
Perbekalan farmasi
yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia,
bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik, dan sebagainya.
3. Informasi mengenai perbekalan kesehatan di bidang farmasi
meliputi :
(a) Pengelolaan informasi tentang obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter dan tenaga
kesehatan lain maupun kepada masyarakat.
(b) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,
bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.
Pengelolaan
apotek di bidang material meliputi :
1. Penyediaan,
penyimpanan, dan penyerahan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin.
2. Penyediaan,
penyimpanan, pemakaian barang nonperbekalan farmasi misalnya rak-rak obat,
lemari, meja, kursi pengunjung apotek, mesin register , dan sebagainya.
Pengelolaan
di bidang administrasi dan keuangan meliputi pengelolaan serta
pencatatan uang dan barang secara tertib, teratur, dan berorientasi bisnis.
Tertib
dalam arti disiplin, menaati peraturan
Pemerintah
termasuk undang-undang farmasi.
Teratur
dalam arti arus masuk dan keluarnya uang maupun barang dicatat dalam pembukuan
sesuai manajemen akuntansi maupun manajemen keuangan.
Berorientasi
bisnis artinya tidak lepas dari usaha dagang yang mau tak mau kita harus
mendapatkan untung dalam batas-batas aturan yang berlaku dan supaya
apotek bisa berkembang.
Pelayanan
Apotek
1.
Apotek
wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
2.
Pelayanan
resep sepenuhnya tanggung jawab APA (Apoteker Pengelola Apotek) serta sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat.
3.
Apoteker
tidak boleh mengganti obat generik yang tertulis dalam resep dengan obat paten.
4.
Pengeloaan
apotek di bidang ketenagakerjaan meliputi pembinaan, pengawasan, pemberian
insentif maupun pemberian sanksi terhadap karyawan apotek agar timbul
kegairahan, ketenangan kerja, dan kepastian masa depannya.
5.
Pengelolaan
apotek di bidang lainnya berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek meliputi
pengelolaan dan penataan bangunan ruang tunggu, ruang peracikan, ruang
penyimpanan, ruang penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja
apoteker, tempat pencucian alat, toilet dan sebagainya
6.
Pasien
tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk memilihkan obat yang lebih tepat dan
terjangkau. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat secara aman, tepat, rasional, atau atas
permintaan masyarakat. Jika dalam resep itu tertulis
7.
Resep
p.p = pro paupere maksudnya adalah resep untuk orang miskin.
8.
Apotek
dilarang menyalurkan barang dan atau menjual jasa yang tidak ada hubungannya
dengan fungsi pelayanan kesehatan.
9.
Yang
berhak melayani resep adalah apoteker dan asisten apoteker di bawah pengawasan
apotekernya.
10. Apotek dibuka setiap hari dari pukul 8.00 – 22.00
11. Apotek dapat tutup pada hari-hari libur resmi atau libur
keagamaan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah ( Kakanwil)
Depkes setempat, atau Kepala Dinas Kesehatan ( Kadinkes) setempat, atau pejabat
lain yang berwenang.
Pengadaan
dan Penyimpanan Obat
Pengadaan
dan penyimpanan obat di apotek harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut :
1. Obat-obat dan perbekalan farmasi yang diperoleh
apotekharus bersumber dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi ( PBF),
apotek lain, atau alat distribusi lain yang sah.
Obat tersebut
harus memenuhi daftar obat wajib apotek (DOWA). Surat pesanan obat dan
perbekalan farmasi lainnya harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan
nama dan nomor SIK (Surat Izin Kerja) . Bila berhalangan, APA dapat diwakili
oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti.
2. Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang
cocok serta memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan yang
sesuai dengan Farmakope edisi terbaru atau yang telah ditetapkan oleh Badan
POM.
3. Penerimaan, penyimpanan, serta penyaluran obat dan
perbekalan kesehatan di bidang farmasi harus diatur dengan administrasi.
Pemusnahan
Obat
Pemusnahan
obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi karena rusak, dilarang, atau
kadaluarsa dilakukan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan oleh Badan POM.
Pemusnahan
tersebut harus dilaporkan oleh APA secara tertulis kepada Sub Dinkes / Dinkes
setempat dengan mencantumkan ;
1.
Nama
dan alamat apotek,
2.
Nama
APA,
3.
Perincian
obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang akan dimusnahkan,
4.
Cara
pemusnahan.
Penulisan
dan Pelayanan Resep di Apotek
Resep
adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada APA untuk menyiapkan dan
atau membuat , meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.
Yang
berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Resep
harus ditulis dengan jelas dan lengkap seperti terlihat pada gambar 2.1.
Jika
resep tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakannya kepada
dokter penulis resep tersebut.
Resep
yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :
1.
nama,
alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan;
2.
Tanggal
penulisan resep (inscriptio);
3. Tanda R/ pada bagian kiiri setiap penulisan resep
(invocatio);
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordonatio);
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio);
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep
dokter hewan;
8. Tanda seru dan atau paraf dokter untuk resep yang melebihi
dosis maksimalnya.
Pada resep yang mengandung narkotika
tidak boleh tercantum
Tulisan
atau tanda iter (iterasi = dapat diulang ), m.i ( mihi ipsi = untuk dipakai
sendiri ) atau u.c. (usus cognitus = pemakaian diketahui). Untuk resep yang
memerlukan penanganan segera, dokter dapat memberi tanda di bagian kanan atas
resepnya dengan kata-kata :
n Cito (segera),
statim (penting), urgent (sangat penting), atau P.I.M (periculum in mora) =
berbahaya bila ditunda ).
n Bila
dokter menghendaki, resep tersebut tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya.
Oleh karena itu, pada resep tersebut dapat ditulis singkatan n.i (ne iteratur =
tidak dapat diulang).
n Resep
yang tidak dapat diulang adalah resep yang mengandung narkotika, psikotropika
dan obat keras yang ditetapkan oleh pemerintah/Menteri Kesehatan RI.
Cara
Menyusun Penulisan Obat dalam Resep
n Penulisan
obat di dalam resep disusun berdasarkan urutan berikut :
1.
Obat
pokoknya ditulis dulu , yang disebut remedium cardinale ( basis).
2.
Remedium
adjuvantia/ajuvans, yaitu bahan atau obat yang menunjang kerja bahan obat
utama.
3.
Corrigens,
yaitu bahan atau obat tambahan untuk memperbaiki warna, rasa dan bau
obat utama.
4.
Corrigens
dapat berupa :
(a) Corrigens actionis , yaitu obat yang memperbaiki atau
menambah efek obat utama. Misalnya pulvis doveri yang terdiri atas kalium
sulfat, ipecacuanhae radix, pulvis opii. Pulvis opii sebagai zat khasiat utama
menyebabkan orang sukar buang air besar, sedangkan kalium sulfat bekerja
sebagai pencahar sekaligus memperbaiki kerja pulvis opii tersebut.
( b) Corrigens saporis( memperbaiki rasa).
Contohnya, sirop
Aurantiorum, tingtus cinamomi, aqua menthae piperitae.
(c) Corrigens odoris (memperbaiki bau). Contohnya, oleum
rosarum, oleum bergamottae, dan oleum cinamomi.
(d) Corrigens coloris, ( memperbaiki warna). Contohnya,
tingtur croci ( kuning), karamel (coklat), dan karminum (merah).
(e) Corrigens solubilis, untuk memperbaiki kelarutan obat
utma. Misalnya I2 tidak larut dalam air , tetapi dengan penambahan
KI menjadi mudah larut.
5.
Constituens /vehiculum /exipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai sebagai
bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat.
Misalnya
, laktosa pada serbuk serta amilum dan talk pada bedak tabur.
R/ Aspirin
tab No. I
CTM tab.
No. ½
lactosum q.s
m.f.
Pulv dtd. No. XII
Aspirin
digunakan sebagai analgetika (pereda sakit) dan antipiretik ( penurun panas).
CTM (chlor tri meton) sebagai anti alergi. Laktosum sebagai pengisi untk
menambah volume.
n Aturan pakai dalam resep sering ditulis berupa singkatan
bahasa Latin seperti berikut :
(a) Tentang waktu :
* Omni
hora cochlear (o.h.c ) = tiap jam satu sendok makan.
*
omni bihora cochlear (o.b.h.c) = tiap 2 jam satu sendok makan.
n Post coenam = (p.c) = sesudah makan
n Ante coenam (a.c) = sebelum makan
n Mane ( m) = pagi-pagi
n Ante meridiem ( a.merid) = sebelum tengah hari.
n Mane et vespere ( m.e.v ) = pagi dan sore
n Nocte (noct.) = malam
(b)
Tentang tempat yang sakit :
*
pone aurem (pon.aur) = di belakang
telinga
*
ad nucham (ad nuch.) = di tengkuk.
(c)
Tentang pemberian obat :
*
in manum medici (i.m.m.) = diserahkan
dokter
*
detur sub sgillo ( det.sub.sig) = berikan dalam
segel
n Da in duplo (d.i.dupl) = berikan dua kalinya.
n Reperatur (iteratur,
reptur ) = diulang tiga kali.
Copy Resep( Apograph, Exemplum, atau Afschrift)
Selain
memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli, kopi resep harus memuat
pula :
1.
Nama
dan alamat apotek
2.
Nama
dan nomor SIK APA
3.
Tanda
tangan atau paraf APA
4.
Tanda
det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, artau tanda nedet (ne detur)
untuk obat yang belum diserahkan;
5.
Nomor
resep dan tanggal pembuatan
Kopi
resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep ,
penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, ataupetugas lain yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku. Contoh kopi resep dapat dilihat pada
gambar 2.2.
Pengelolaan
Resep yang Telah Dikerjakan
Ada
empat hal yang harus dilakukan setelah resep selesai dikerjakan, yaitu :
1. Resep
yang telah dibuat serta disimpan menurut urutan tanggal dan nomor
penerimaan/pembuatan resep.
2.
Resep
yang mengandung narkotikaharus dipisahkan dari resep lainnya dan diberi tanda
garis merah di bawah nama obatnya.
3.
Resep
yang telah disimpan lebih dari tiga tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar
atau dengan cara lain yang memadai.
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh APA bersama
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
Penyerahan
Obat
Penyerahan
obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi :
1.
Penyerahan
obat bebas dan obat bebas terbatas yang dibuat oleh apotek itu sendiri tanpa
resep harus disertai nota penjualan yang dilengkapi dengan etiket warna putih
untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar yang memuat :
(a) Nama
dan alamat apotek
(b) Nama
dan nomor SIK APA
(c) Nama dan jumlah
obat
(d) Aturan pemakaian
(e) Tanda lain yang diperlkan, misalnya obat gosok, obat kumur,
obat batuk, dan kocok dahulu.
2. Obat yang berdasarkan resep juga harus dilengkapi etiket
warna putih untuk obat dalam dan etiket warna biru untuk obat luar yang
mencantumkan :
(a) Nama dan alamat apotek;
(b) Nama dan nomor SIK APA;
(c) Nomor dan tanggal pembuatan obat;
(d) Nama pasien;
(e) Tanda lain yang diperlukan, misalnya kocok dahulu dan tidak
boleh diulang tanpa resep baru dari dokter.
(f) Obat dalam ialah obat yang digunakan melalui mulut (
oral) , masuk ke kerongkongan, kemudian ke perut, sedangkan obat
luar adalah obat yang digunakan dengan cara lain, yaitu melalui mata, hidung,
telinga, vagina, rektum, termasuk pula obat parenteral dan obat kumur. Etiket
putih seperti pada Gambar
(g) 2.3, sedangkan etiket biru seperti pada gambar 2.4.
PRINSIP-PRINSIP DALAM FARMAKOLOGI
n Ilmu
farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dalam segala seginya
termasuk sumber, sifat kimia/fisika, kegiatan fisiologis, ADME (Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi), serta penggunaannya dalam pengobatan.
n Prinsip farmakologi secara kimia satu atau lebih isi sel
agar menghasilkan respon farmakologis.
Aksi Obat
n Obat menimbulkan beberapa efek dengan beberapa cara, yaitu :
(a) Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik sel;
(b) Mempengaruhi
atau menghambat aktivitas seluler sel-sel asing (bukan sel dari organ tubuh)
terhadap sel-sel tuan rumah (host), seperti sel bakteri dan mikroba lain
termasuk sel kanker;
(c) Sebagai terapi
pengganti , contohnya pemberian hormon untuk mencapai dosis fisiologis agar
diperoleh suatu efek atau pemberian KCl sebagai pengganti ion K+ yang
hilang akibat diuresis; dan
(d) Menimbulkan aksi nonspesifik, seperti reaksi kulit
terhadap obat yang menimbulkan iritasi.
Aksi obat dapat digambarkan dengan mekanisme
- Proksimat ( terdekat) pada tingkat fisiologis
atau
- Ultimat (terakhir) pada tingkat kimia hayati.
n Penggambaran
aksi proksimat suatu obat sesungguhnya jua menggambarkan efek obat tersebut.
Mekanisme proksimat dapat menjawab apakah obat itu mengadakan stimulasi atau depresi.
n Mekanisme ultimat suatu obat dapat digambarkan dengan adanya
aksi antara molekul obat dan molekul sel, serta dibedakan apakah obat itu
bereaksi spesifik atau nonspesifik.
n Obat
yang memilki aksi spesifik tergantungpada reaksi yang terjadi antara obat yang
merupakan suatu reaktan dengan komponen molekul sel yang merupakan
reaktan lain. Komponen molekul sel yang terlibat langsung di dalam aksi obat
disebut reseptor.
n Obat yang memilki aksi nonspesifik akan mengubah lingkungan
fisika dan kimia struktur tubuh. Contohnya, obat anestesi dapat mengubah
struktur air di dalam otak yang selanjutnya menaikkan resistensi terhadap
listrik. Contoh lain, aksi obat diuretik osmotik.
Aksi spesifik obat dapat dibedakan menjadi :
n Agonis
dan
n Antagonis.
Obat
yang dapat bergabung dengan reseptor dan dapat mulai memunculkan aksi obatnya
disebut agonis. Hal ini karena agonis merupakan obat yang memiliki
afinitaskimia terhadap suatu reseptor dan membentuk kompleks, kompleks tersebut
akan mengubah fungsi sel atau menimbulkan efek.
Agonis +
Reseptorà kompleks yang
meghasilan
perubahan fungsi
n Ada juga obat yang bergabung dengan reseptor tetapi gagal
untuk memulai aksi obat. Obat yang memblokir letak reseptorterhadap agonis
endogendari alam dapat bekerja sebagai antagonis (yang berlawanan). Antagonis
obat dapat disebabkan oleh bermacam-macam mekanisme, tetapi secara umum dapat
digolongkan berdasarkan bergabungnya antagonis dengan reseptor yang sama
seperti pada agonis atau dengan reseptor yang lain.
n Peristiwa bergabungnya agonis atau antagonis dengan reseptor
disebut antagonis farmakologis, dan bila reseptornya berlainan disebut
antagonis fisiologis atau antagonis fungsional.
PROSES YANG DIALAMI OBAT SEBELUM TIBA DI TEMPAT AKSI
n Sebelum
tiba di tempat akasi atau jaringan, obat mengalami proses dalam 3 fase, yaitu :
- Fase biofarmasetik/farmasetik
- Fase farmakokinetik, dan
- Fase farmakodinamik.
Perjalanan
obat dalam tubuh dapat digambarkan dengan skema gambar 4.1.
n Efek
obat akan hilang jika obat telah bergerak ke luar dari tubuh atau tempat
aksinya, baik dalam bentuk ybng tidak berubah maupun sebagai metabolit yang di
keluarkan melalui proses ekskresi.
n Perlu diketahui cara tubuh menangani obat melalui proses :
absorpsi, distribusi, metablisme dan ekskresi (ADME), untuk menentukan dosis,
rute, dan bentuk sediaan obat agar diperoleh efek terafi yang diinginkan dengan
efek toksik yang minimal.
Fase Biofarmasetik
n Fase
ini meliputi waktu awal penggunaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat
aktifnya ke dalam cairan tubuh, yaitu kesiapan obat untuk diabsorpsi.
n Fase biofarmasetik atau farmasetik meliputi ilmu dan
teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan
diberikan kepada pasien,
n Sedangkan
biofarmasetik adalah ilmu yang menggambarkan formulasi obat agar menghasilkan
respons biologis yang optimal.
n Tujuan formulasi bentuk sediaan adalah agar obat dapat
dibuat , disimpan, dan diedarkan tanpa terjadi perubahan sifat biologis
sehingga menghasilkan respon biologis yang optimal.
n untuk itu, perlu diperhatikan sifat kimia dan fisika obat;
sifat fisika kimia bentuk sediaan; parameter farmakokinetik (ADME); sert efek
biologis, farmakologis dan klinis obat.
Fase Farmakokinetik
n Fase
ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat
dilepaskan dari bentuk sediaan, kemudian diabsorpsi ke dalam darah dan segera
didistribusikan ke masing-masing jaringan di dalam tubuh.
n Di dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma darah
dan reaksi ini bersifat reversibel.
Hanya
molekul bebas yang mampu menembus membran sel untuk masuk ke dalam sel-sel hati
tempat terjadinya biotransformasi atau metabolisme, sedangkan molekul bebas
lainnya memasuki jaringan berbagai organ dan mempengaruhi fungsi faal atau
fungsi biokimia sehingga terjadi efek obat.
n Sebagian
lagi memasuki ginjal dan kadang-kdang langsung diekskresi. Obat umumnya baru
diekskresi setelah mengalami biotransformasi.
n Jutaan molekul obat yang telah diabsorpsi mengalami berbagai
macam proses secara simultan. Proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi (ADME) biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
n Proses ini biasanya meliputi perjalanan obat melintasi
membran sel. Sebelum mencapai konsentrasi efektif pada tempat aksi,
obat harus melakukan penetrasi terhadap beberapa sawar (barrier) yang terdiri
atas membran unit atau membran plasma yang terbentuk dari lapisan fosfolipid
bimolekuler. Umumnya molekul obat yang bersifat nonpolar lebih mudah melintasi
membran daripada molekul obat polar karena membran ini terdiri dari lemak.
Fase Farmakodinamik
n Merupakan
suatu proses terjadinya interaksi antara obat dan tempat aksinya dalam sistem
biologis. Potensi struktur khusus obat berhubungan dengan interaksi yang
terjadi terhadap struktur khusus tempat aksi aksi obat itu.
Apabila struktur tempat aksinya telah
diketahui, interaksi obat dengan tempat aksinya dapat terjadi.
n Ada dua jenis persaingan (kompetisi), yaitu
kompetisi untuk reseptor spesifik dan untuk enzim. Selain itu, ada
tiga makromolekul biologis yang merupakan reseptor yaitu protein enzim, protein
struktural, dan asam nuleat.
FARMAKOPE DAN NAMA OBAT
n Umum
Farmakope adalah buku resmi yang
ditetapkan secara hukum yang memuat standardisasi obat-obat dan persyaratan
identitas, kadar kemurnian, serta metode analisis dan resep sediaan farmasi.
Farmakope Indonesia pertama
kali dikeluarkan pada tahun 1962 ( jilid 1) dan disusul dengan jilid II pada
tahun 1965 yang memuat bahan-bahan galenik dan resep.
n Farmakope
Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang
berlaku sejak 12 November 1972. Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III
baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979.
Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan
pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan
sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di
Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan
telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat
resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Farmakope
Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang
berlaku sejak 12 November 1972. Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III
baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979.
Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan
pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan
sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di
Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan
telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat
resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Di
samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula bukuFormularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim
diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi
namaFormularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai
dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World
Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope
Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa
(EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November.
1972.
Pada tahun 1979,
Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan
mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada
tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan
pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan
farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope
Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah
diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di
samping Farmakope Indonesia.
n Di
samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula bukuFormularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim
diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi
nama Formularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai
dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World
Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope
Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa
(EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n Secara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1.
Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya,
sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai
nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi
dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali
terlalu panjang dan tidak praktis.
n Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang
dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan
pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan
sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di
Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah
diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di
samping Farmakope Indonesia.
n Di
samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula bukuFormularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim
diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi
namaFormularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai
dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World
Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope
Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa
(EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n Secara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1.
Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya,
sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai
nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi
dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali
terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan
dan Artikel Resmi
Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau
komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi
sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan
jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus
dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih
bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk
pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
Semua
peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar
etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI
tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul
monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan
II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap
Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi
yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di
Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra
Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai
buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Di samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah
diterbitkan pula bukuFormularium Indonesia yang memuat komposisi
ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami
revisi dan pada tahun 1978 diberi namaFormularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara
pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK
masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO)
juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965).
Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga
jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa
Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
Secara berurutan,
seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat
yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus
bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga
telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia
yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua suplemennya
n Bahan dan Artikel Resmi
Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen
alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat
bentuk jadi tersebut.
Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan
jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus
dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih
bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk
pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
volume
dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat
kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali
dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan
sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air,
air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum
dalam monografi FI ini.
Air
yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
n Bahan tambahan
Semua
persyataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar
etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI
tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul
monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan
II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap
Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi
yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di
Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra
Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai
buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Di samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah
diterbitkan pula bukuFormularium Indonesia yang memuat komposisi
ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami
revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara
pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK
masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO)
juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965).
Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga
jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa
Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n Secara berurutan,
seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat
yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus
bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga
telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia
yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua suplemennya
n Bahan dan Artikel Resmi
Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen
alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat
bentuk jadi tersebut.
Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan
jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus
dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih
bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk
pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
volume
dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat
kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali
dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan
sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air,
air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum
dalam monografi FI ini.
Air
yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali
dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti
bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang
dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas,
manfaat, atau penampilan, dan untuk mempermudah pembuatan.
Semua
peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar
etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI
tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul
monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan
II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap
Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi
yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di
Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra
Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai
buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Di samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah
diterbitkan pula bukuFormularium Indonesia yang memuat komposisi
ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami
revisi dan pada tahun 1978 diberi namaFormularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara
pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK
masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO)
juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965).
Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga
jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa
Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n Secara berurutan,
seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat
yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus
bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga
telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia
yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua suplemennya
n Bahan dan Artikel Resmi
Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen
alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat
bentuk jadi tersebut.
Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan
jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus
dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih
bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk
pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
volume
dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat
kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali
dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan
sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air,
air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum
dalam monografi FI ini.
Air
yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali
dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti
bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang
dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas,
manfaat, atau penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
n Zat-zat tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1.
Bahan
tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan.
2.
Tidak
melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
3.
Tidak
mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
4.
Tidak
mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
Tangas
Uap dan Tangas Air
Semua
peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar
etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI
tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul
monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan
II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap
Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi
yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di
Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra
Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai
buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Di samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah
diterbitkan pula bukuFormularium Indonesia yang memuat komposisi
ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami
revisi dan pada tahun 1978 diberi namaFormularium Nasional (Fornas).
n Setiap negara
pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK
masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO)
juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965).
Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga
jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa
Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n Secara berurutan,
seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat
yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus
bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga
telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia
yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua suplemennya
n Bahan dan Artikel Resmi
Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen
alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat
bentuk jadi tersebut.
Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan
jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus
dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih
bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk
pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
volume
dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat
kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali
dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan
sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air,
air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum
dalam monografi FI ini.
Air
yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali
dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti
bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang
dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas,
manfaat, atau penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
Zat-zat tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Bahan
tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan.
2.Tidak
melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
3. Tidak
mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
4. Tidak
mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
n Tangas uap adalah tangas dengan upa panas mengalir, sedangkan
tangas air adalah tangas air yang mendidih kuat jika tanpa menyebutkan suhu
tertentu.
n Pernyataan “Lebih Kurang “
Pernyataan
ini menunjukkan penggunaan wadah yang dapat tertutup rapat dengan ukuran yang
sesuai dan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan kelembaban
rendah dengan pertolongan silika gel atau pengering lain yang sesuai.
n Desikator vakum adalah desikator yang dapat mempertahankan
kelembaban rendah pada tekanan tidak lebih dari 20 mmHg atau pada tekanan lain
yang ditetapkan dalam monografi.
Penyaringan
Jika
dinyatakan saring tanpa penjelasan lebih lanjut, dimaksudkan cairan disaring
menggunakan kertas saring yang sesuai sampai dihasilkan filtrat yang
n Maksudnya adalah
pemijaran yang harus dilanjutkan pada suhu 800 derajat plus minus 25 derajat,
sehingga hasil dua penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,50 mg
tiap gram zat yang digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah dipijarkan
lagi selama 15 menit.
n Indikator
Kecuali
dinyatakan lain, jumlah indikator yang digunakan dalam pengujian kurang lebih
0,2 mL atau 3 tetes.
n Bobot yang Dapat Diabaikan
Maksudnya
adalah bobot yang tidak melebihi 0,50 mg.
n Pernyataan Tidak Berbau
Pernyataan tidak berbau ,praktis tidak berbau, berbau khas
lemah ditetapkan dengan pengamatan setelah bahan terkena udara selama 15 menit,
dihitung setelah wadah yang berisi tidak lebh dari 25 g bahan dibuka.
n Bobot Jenis
Kecuali
dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu
25° terhadap bobot air dengan volume yang sama pada suhu 25°.
n Suhu
Kecuali
dinyatakan lain, semua suhu di dalam FI dinyatakan dalam derajat Celcius dan
semua pengukuran dlakukan pada suhu 25°.
1.
Suhu
kamar terkendali adalah suhu antara 15° dan 30°.
2.
Suhu
penyimpanan dingin adalah suhu tidak lebih dari 8°.
3.
Lemari
pendingin mempunyai suhu antara 2° dan 8°.
4.
Lemari
pembeku mempunyai suhu antara -20° dan -10°.
5.
Sejuk
adalah suhu antara 8° dan 15°; kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus
disimpan pada suhu sejuk dapat disimpan di dalam lemari pendingin.
6.
Suhu
kamar adalah suhu pada ruang kerja.
7.
Hangat
adalah suhu antara 30° dan 40°.
8.
Panas
berlebih adalah suhu di atas 40°.
n Batas Waktu
Jika tidak dinyatakan lain, reaksi dibiarkan berlangsung
selama 5 menit pada pelaksanaan pengujian dan penetapan kadar.
n Hampa Udara
Kecuali dinyatakan lain, hampa udara adalah kondisi dengan
tekanan udara tidak lebih dari 20 mmHg.
3.
Wadah
tertutup kedap harus dapat mencegahnya tembusnya udara atau gas selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian.
4.
Wadah
satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang berfungsi sebagai dosis tunggal
yang harus digunakan segera setelah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus
diberi etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen,
nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
5.
Wadah
dosis tunggal adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang hanya digunakan secara
parenteral.
6.
Wadah
dosis satuan adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan
secara parenteral dalam dosis tunggal, tetapi langsung dari wadah.
7.
Wadah
satuan ganda adalah wadah yang memungkinkan isinya dapat diambil beberapa kali
tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu, atau kemurnian sisa zat dalam
wadah tersebut.
8.
Wadah
dosis ganda adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara
parenteral.
n Simplisia
Persyaratan
simplisia nabati dan hewani, yaitu :
1.
Tidak
boleh mengandung organisme patogen.
2.
Harus
bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain serta kotoran
hewan.
3.
Tidak
boleh ada penyimpangan bau dan warna.
4.
Tidak
boleh mengandung lendir atau menunjukkan adanya kerusakan.
5.
Kadar
abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2%, kecuali dinyatakan
lain.
6.
Kadar
Larutan
1.
Larutan volumetri
(a)
Molalitas (m) adalah jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam 1 kg
pelarut.
(b)
Molaritas (M) adalah jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam pelarut
hingga volume 1 liter.
(c)
Normalitas adalah jumlah bobot ekuivalen zat yang dilarutkan dalam pelarut hingga
volume 1 liter.
Persen
(a)
b/b menyatakan jumlah gram zat dalam 100
gram larutan atau campuran.
(b)
b/v menyatakan jumlah gram zat dalam
100 ml larutan (air atau
lainnya).
(c)
v/v menyatakan jumlah ml zat dalam
100 ml larutan.
(d)
v/b menyatakan jumlah mL zat dalam 100 gram larutan.
3.
Pernyataan persen tanpa penjelasan
lebih lanjut untuk
(a)
campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah persen b/b;
(b)
larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan, yang dimaksud
adalah persen b/v;
(c)
larutan cairan di dalam cairan, yang dimaksud adalah persen v/v;
(d)
larutan gas dalam cairan, yang dimaksud adalah persen b/v.
0 komentar:
Posting Komentar